Rabu, 01 Januari 2014

POLISI GADUNGAN PEMBELA KEBENARAN

“Nak, sudahlah. Tak usah dipikirkan lagi. Ini artinya belum rezeki kamu.”
“Tapi, Mak. Cita-cita saya kan waktu kecil kepingin jadi polisi. Setiap hari saya latihan. Mulai SMP sampai sekarang. Enam tahun saya belajar ini dan itu, belajar A-Z tentang kepolisian. Fisik dan ilmu sudah lumayan bagus.”
“Sudah, nggak usah disesali, Nak. Pasrahkan saja sama yang di atas. Mungkin rezeki kamu di tahun depan.”
“Emak, nggak tahu sih. Padahal kalau dilihat-lihat, saya bisa lolos di tes terakhir kemarin. Cuma ya gitu deh, banyak yang main belakang pakai uang.”
“Iya, tapi kamu jangan su’udzon gitu lho. Allah kan yang lebih Maha Tahu. Sudah lah. Tahun depan kan masih ada seleksinya.”

Begitulah si Doni. Siswa lulusan SMA Cuka Cama Cuka yang sekarang galau lantaran kegagalannya dalam tes masuk kepolisian, rupanya tidak menerima keputusan dari tim juri seleksi kepolisian. Padahal ia sudah bersungguh-sungguh untuk mengikuti tes masuk tersebut. Dan, itu pun adalah cita-citanya semasa SD. Bahkan dari SMP sudah ia persiapkan semuanya, mulai dari mengatur makanan, pola hidup sehat, olahraga, ilmu pengetahuan tentang kepolisian, dan lain-lain.

Akhirnya, pada suatu hari dengan tekad yang kuat. Iya minta izin sama emaknya buat membeli pakaian dan topi yang berbau polisi. Sampai pistol mainan

“Nak, buat apa ini semua?”
“Ini impian, Mak. Nah, siapa tahu tahun depan terwujud.”
“Tapi tak usah boros begitu. Sampai beli pistol mainan lagi.”
“Mak, Doni pernah dengar kata pak motivator. Kalau ingin mimpi kita tercapai. Ya harus dilakukan. Nah, ini sebagai gambaran saja. Walau pistolnya cuman mainan. Insya Allah, kalau dalam otak kita ingin jadi polisi, pasti ke depannya ada jalan. Allah kan sesuai dengan prasangka hamba-Nya. Betul nggak, Mak?”
“Ya, sudah. Maafkan Emak ya kalau bisa bantu kamu dengan doa saja.”

Satu bulan berlalu…
Doni akhirnya menjadi polisi gadungan. Ia dengan senang hati memakai pakaian polisi dan topi yang mirip dengan polisi. Persis, setiap orang yang melihat ia, bisa dipastikan langsung percaya kalau Doni adalah seorang polisi. Tubuhnya pas. Pakaiannya sama. Ada pistolnya juga. Sampai sepatunya hitam mengkilat.

Sudah siap semuanya, Doni pun berkeliling komplek, bahkan sampai jalan-jalan ke luar jalan raya. Setiap ada orang yang mojok di taman. Ia dekati. Ia nasihati. Mereka pun langsung ngacir kagak ketolongan. Di sinilah enaknya jadi polisi. Karena memang niat Doni menjadi polisi adalah memberantas ketidak-benaran dan kemaksiatan di muka bumi.

Orang yang mabuk-mabukan, ia nasihati. Bahkan pernah sesekali ia keluarkan pistol mainannya kalau memang si pemabuk tak mau menurut nasihatnya.

Ada yang lagi main judi, ia berantas dengan perlahan.
Ada yang lagi sabung ayam, ia hentikan dengan satu gertakan.
Ada yang balap-balapan, ia kejar sampai keluar sarang rute balapan.
Kalau ada ketemu orang di jalan tak pakai helm, ia stop. Sekadar diperingatkan (tanpa mengambil uang layaknya tilang polisi beneran). Dimana ada ketidak-benaran, maka di sanalah Doni selalu ada. Mirip kayak film super hero di tivi-tivi.

“Nak, bagaimana kalau kamu ketahuan jadi polisi gadungan. Dan kamu ditangkap?” tanya Emak Doni waktu itu.
“Tenang, Mak. Kebenaran akan selalu menang. Buat apa jadi polisi, kalau duduk-dudukan saja. Mengurus A, mengurus B, mengurus C malas. Malah Doni nggak mau dikasih apapun kalau habis bantu orang, Mak. Insya Allah, itu adalah komitmen Doni sejak dulu setelah membaca peraturan menjadi polisi Negara yang baik dan benar. No SUAP. NO NARKOBA, Mak, hehe…”
“Mak, senang dengan sifat kamu, Nak. Semoga tahun depan kamu lulus jadi polisi beneran.”
“Aamiin…”

Inilah kisah dimana kebenaran akan selalu menang. Dan ingatlah wahai sahabat, berpegang pada kata ‘Allah Maha Tahu’, biarlah kita susah akan perlakuan orang di dunia, Insya Allah kita akan bahagia di akhirat melalui hati yang penuh kesabaran, ketawakkalan serta keimanan kita kepada-Nya.[]

0 komentar:

Posting Komentar

© BUNGKUS KEHIDUPAN 2012 | Blogger Template by Enny Law - Ngetik Dot Com - Nulis