Saat listrik padam (bahasa masyarakat yang beredar "mati
lampu") pada malam hari, apa yang kau lakukan? Mengutuk kegelapan atau
segera mungkin mencari sesuatu yang bisa memancarkan cahaya (ex: lilin, sinar
hape, dsb)?
Dua-duanya salah. Yang pertama kau lakukan pasti berucap
dalam hati: "PLN kurang wajaaaaar!" atau "PLN JAHAAAAT!"
sambil pukul-pukul tiang listrik, hehe,
bercanda. Maafkan saya pak petugas PLN. Saya hanya mengungkapkan keadaan yang nyata di daerah kami. (Eh, saya
bercanda lagi, serius!)
Oke, lanjut ke inti pertanyaan. Dari hal di atas
terbitlah suatu kalimat menakjubkan berjudul: "Lebih baik menyalakan
sebatang lilin daripada mengutuk kegelapan."
Kata-katanya bagus. Setujukah engkau? Saya adalah salah satu orang yang setuju dengan kata-kata
(judul) demikian. Karena hal-hal positif
yang kita adakan akan menghasilkan energi positif lainnya. Percaya? Tes saja.
Kau mengutuk batu yang gelap contohnya batubara, sehingga kisah malin kundang
akan berubah konten menjadi aneh. Apakah batubara itu akan berubah?
Tak ada yang dapat kita selesaikan dengan kutukan. Sama
seperti tak bergunanya ratapan di depan sebuah bencana. Musibah ataupun kekalahan
yang sekarang merajalela di dunia Islam kita, tak perlu didamaikan dengan
kutukan ataupun ratapan. Sebab kedua tindakan itu tidak menunjukkan sikap
positif.
Di sini ada sebuah pengajaran yang baik. Bahwa sudah
saatnya kita membuang kecenderungan meremehkan potensi diri kita dan orang
lain. Ketika kita mempersembahkan sebuah amal yang kecil, saat itu kita harus
membesarkan jiwa kita dengan mengharap hasil yang memadai. Sebab amal yang
kecil itu, selama ia baik, ia akan mengilhami kita untuk melakukan amal yang
lebih besar.
Percaya tidak dengan pernyataan di atas? Apakah kau ingat
dengan kisah burung kecil dan Nabi Ibrahim. Tempo hari saya ada nge‘post’
cerita itu di blog. Bisa nanti kapan-kapan kau scroll mouse ke bawah untuk
mencarinya. Sekian!
*Terinspirasi dari kisah Ust. Anis Matta.
0 komentar:
Posting Komentar